Minggu, 20 Juni 2010

1. KONSEP MUTU PENDIDIKAN SECARA KOMPREHENSIF
Konsep Mutu
Seperti yang dinyatakan Nomi Pfeffer dan Anna Coote setelah mereka berdiskusi tentang mutu dalam jasa kesejahteraan, bahwa “Mutu merupakan konsep yang licin”. Mutu mengimplikasikasikan hal-hal yang berbeda pada masing-masing orang. Tak dapat dipungkiri bahwa setiap orang setuju terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan. Hanya saja, masalah yang muncul kemudian adalah kurangnya kesamaan makna tentang pendidikan tersebut.
Mutu merupakan suatu ide yang dinamis sehingga makna mutu juga sedikit membingungkan karena begitu luas. Akan tetapi, beberapa konsekuensi praktis yang signifikan akan muncul dari perbedaan-perbedaan makna tersebut. Edward Sallis mencoba menjelaskan konsep mutu untuk memudahkan memahami mutu dalam penjelasan berikut.
Beberapa kebingungan terhadap pemaknaan mutu bisa muncul karena mutu dapat digunakan sebagai suatu konsep yang secara bersama-sama absolut dan relatif. Mutu dalam percakapan sehari-hari sebagian besar dipahami sebagai sesuatu yang absolut, misalnya restoran yang mahal dan mobil-mobil yang mewah. Dalam definisi yang absolute, sesuatu yang bermutu merupakan bagian dari standar yang sangat tinggiyang tidak dapat diungguli. Produk-produk yang bermutu adalah sesuatu yang dibuat dengan sempurna dan dengan biaya yang mahal. Produk-produk tersebut dapat dinilai serta membuat puas dan bangga para pemiliknya.Suatu contoh “mobil yang bermutu” adalah mobil yang rancangan istimewa, mahal, dan memiliki interior dari kulit. Dalam kasus itu, langka dan mahal adalah dua nilai penting dalam definisi mutu. Mutu dalam pandangan ini digunakan untuk menyampaikan keunggulan status dan posisi, dan kepemilikan terhadap barang yang memiliki ‘mutu’, akan membuat pemiliknya berbeda dari orang lain yang tidak mampu memilikinya. Sebenarnya mutu dalam pengertian tersebut lebih tepat disebut dengan high quality, atau top quality
Jika dikaitkan dengan konteks pendidikan, maka konsep mutu sedemikian adalah elit, karena hanya sedikit institusi yang dapat memberikan pengalaman pendidikan dengan ‘mutu tinggi’ kepada peserta didik. Sebagian besar peserta didik tidak bisa menjangkaunya, dan sebagian besar intitusi tidak berangan-angan untuk memenuhinya.


Mutu juga digunakan sebagai suatu konsep yang relatif. Pengertian ini digunakan dalam TQM. Definisi relatif tersebut memandang mutu bukan sebagai suatu atribut produk atau layanan, tetapi sesuatu yang dianggap berasal dari produk atau layanan tersebut. Mutu dikatakan ada apabila sebuah layanan memenuhi spesifikasi yang ada. Mutu merupakan sebuah cara yang menentukan apakah produk terakhir sesuai dengan standar atau belum. Produk atau layanan yang memiliki mutu, dalam konsep relatif itu tidak harus mahal dan eksklusif.
Proyektor, ballpoint, dan layanan catering sekolah bisa dikatakan bermutu jika memang telah memenuhi standar. Sehingga, pencapai mutu harus mengerjakan apa yang seharusnya ia kerjakan, dan mengerjakan apa yang diinginkan pelanggan. Dengan kata lain, ia harus sesuai dengantujuannya.
Definsi relatif tentang mutu tersebut memiliki dua aspek. Pertama adalah menyesuaikan diri dengan spesifikasi. Kedua adalah memenuhi kebutuhan pelanggan. Pada aspek pertama, penyesuaian diri terhadap spesifikasi sering disimpulkan sebagai ‘sesuai dengan tujuan dan manfaat’. Kadangkala definisi ini sering dinamai definisi produsen tentang mutu. Mutu bagi produsen bisa diperoleh melalui produk atau layanan yang memenuhi spesifikasi awal yang telah ditetapkan dalam gaya yang konsisten. Konsisten dalam hal ini adalah konsisten sesuai dengan standar atau spesifikasi yang telah ditentukan sebelumnya.
Contoh, mobil Rover, Rolls-Royce dan BMW adalah produk yang memiliki mutu. Kemewahan, keindahan, eksklusifitas, dan harga tidak termasuk dalam kategori ini. Selama sebuah produk sesuai dengan spesifikasi dan standar pabriknya, maka produk tersebut adalah produk yang memiliki mutu. Pendapat tentang mutu yang demikian seringkali disebut dengan istillah mutu sesungguhnya (quality in fact) .
Menurut Crosby mutu adalah sesuai yang disyaratkan atau distandarkan (Conformance to requirement), yaitu sesuai dengan standar mutu yang telah ditentukan, baik inputnya, prosesnya maupun outputnya. Oleh karena itu, mutu pendidikan yang diselenggarakan sekolah dituntut untuk memiliki baku.standar mutu pendidikan.
Mutu menurut Carvin, sebagaimana dikutip oleh Nasution, adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia/tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen. Selera atau harapan pelanggan pada suatu produk selalu berubah, sehingga mutu produk juga harus berubah atau disesuaikan. Dengan perubahan mutu produk tersebut, diperlukan perubahan atau peningkatan keterampilan tenaga kerja, perubahan proses produksi dan tugas, serta perubahan lingkungan organaisasi agar produk dapat memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
Mutu telah menjadi isu kritis dalam persaingan modern dewasa ini, dan hal itu telah menjadi beban tugas bagi para manager menengah. Dalam tataran abstrak mutu telah didefinisikan oleh dua pakar penting bidang mutu yaitu Joseph Juran dan Edward Deming. Mereka berdua telah berhasil menjadikan mutu sebagai mindset yang berkembang terus dalam kajian managemen, khususnya managemen mutu
Menurut Juran Mutu adalah kesesuaian untuk penggunaan (fitness for use), ini berarti bahwa suatu produk atau jasa hendaklah sesuai dengan apa yang diperlukan atau diharapkan oleh pengguna, lebih jauh Juran mengemukakan lima dimensi mutu yaitu :
a. Rancangan (design), sebagai spesifikasi produk
b. Kesesuaian (conformance), yakni kesesuaian antara maksud desain dengan penyampaian produk aktual
c. Ketersediaan (availability), mencakup aspek kedapatdipercayaan, serta ketahanan. Dan produk itu tersedia bagi konsumen untuk digunakan
d. Keamanan (safety), aman dan tidak membahayakan konsumen
e. Guna praktis (field use) , kegunaan praktis yang dapat dimanfaatkan pada penggunaannya oleh konsumen.
Tokoh lain yang mengembangkan managemen mutu adalah Edward Deming. Menurut Deming meskipun mutu mencakup kesesuaian atribut produk dengan tuntutan konsumen, namun mutu harus lebih dari itu. Menurut Deming terdapat empat belas poin penting yang dapat membawa/membantu manager mencapai perbaikan dalam mutu yaitu :
1. Menciptakan kepastian tujuan perbaikan produk dan jasa
2. Mengadopsi filosofi baru dimana cacat tidak bisa diterima
3. Berhenti tergantung pada inspeksi missal
4. Berhenti melaksanakan bisnis atas dasar harga saja
5. Tetap dan continue memperbaiki system produksi dan jasa
6. Melembagakan metode pelatihan kerja modern
7. Melembagakan kepemimpinan
8. Menghilangkan rintangan antar departemen
9. Hilangkan ketakutan
10. Hilangkan/kurangi tujuan-tujuan jumlah pada pekerja
11. Hilangkan managemen berdasarkan sasaran
12. Hilangkan rintangan yang merendahkan pekerja jam-jaman
13. Melembagakan program pendidikan dan pelatihan yang cermat
14. Menciptakan struktur dalam managemen puncak yang dapat melaksanakan transformasi seperti dalam poin-poin di atas.
Dengan memperhatikan pendapat dua tokoh mutu di atas, nampak bahwa mereka menawarkan beberapa pandangan yang penting dalam bidang mutu, pada intinya dapat difahami bahwa semua yang berkaitan dengan managemen mutu atau perbaikan kualitas yang diperlukan adalah penerapan pengetahuan dalam upaya meningkatkan/mengembangkan mutu produk atau jasa secara berkesinambungan.
Sementara itu David A Garvin mengemukakan delapan dimensi atau kategori kritis dari mutu yaitu :
• Performance (Kinerja). Karakteristik kinerja utama produk.
• Feature (profil). Aspek sekunder dari kinerja, atau kinerja tambahan dari suatu produk
• Reliability (kedapat dipercayaan). Kemungkinan produk malfungsi, atau tidak berfungsi dengan baik, dalam konteks ini produk/jasa dapat dipercaya dalam menjalankan fungsingan
• Conformance (kesesuaian). Kesesuaianatau cocok dengan keinginan/kebutuhan konsumen
• Durability (Daya tahan). Daya tahan produk/masa hidup produk baik secara ekonomis maupun teknis
• Serviceability (kepelayanan), kecepatan, kesopanan, kompetensi, mudah diperbaiki
• Aesthetics (keindahan). Keindahan produk, dalam desain, rasa, suara atau bau dari produk, dan ini bersifat subjektif
• Perceived quality (mutu yang dipersepsi). Mutu dalam pandagan pelanggan/konsumen

Selain itu banyak pakar lain yang mencoba mendefinisikan mutu berdasarkan sudut pandangnya masing-masing. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut (Fandy Tjiptono. 2003:3)
• Performance to the standard expected by the customer
• Meeting the customer’s needs the first time and every time
• Providing our customers with products and services that consis¬tently meet their needs and expectations.
• Doing the right thing right the first time, always striving for improvement, and always satisfying the customer
• A pragmatic system of continual improvement, a way to success¬fully organize man and machines
• The meaning of excellence
• The unyielding and continuing effort by everyone in an organiza¬tion to understand, meet, and exceed the needs of its customers
• The best product that you can produce with the materials that you have to work with
• Continuous good product which a customer can trust
• Not only satisfying customers, but delighting them, innovating, creating.
Meskipun tidak ada definisi mengenai mutu yang diterima secara universal, dari definisi-definisi yang ada terdapat beberapa kesamaan, yaitu dalam elemen-elemen sebagai berikut:
• Mutu meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
• Mutu mencakup produk, ;jasa, manusia, proses, dan ling¬kungan.
• Mutu merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang dianggap merupakan mutu saat ini mungkin dianggap kurang bermutu pada masa mendatang).
Konsep Penjaminan Mutu (quality assurance)
Penjaminan mutu adalah seluruh rencana dan tindakan sistematis yang penting untuk menyediakan kepercayaan yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan tertentu dari mutu (Elliot, 1993). Kebutuhan tersebut merupakan refleksi dari kebutuhan pelanggan. Penjaminan mutu biasanya membutuhkan evaluasi secara terus-menerus dan biasanya digunakan sebagai alat bagi manajemen. Menurut Gryna (1988), penjaminan mutu merupakan kegiatan untuk memberikan bukti-bukti untuk membangun kepercayaan bahwa mutu dapat berfungsi secara efektif (Pike dan Barnes, 1996).
Sementara itu Cartin (1999:312) memberikan definisi penjaminan mutu sebagai berikut : Quality Assurance is all planned and systematic activities implemented within the the quality system that can be demonstrated to provide confidence that a product or service will fulfill requirements for quality
Tujuan Penjaminan Mutu
Tujuan kegiatan penjaminan mutu bermanfaat, baik bagi pihak internal maupun eksternal organisasi. Menurut Yorke (1997), tujuan penjaminan (Assurance) terhadap mutu tersebut antara lain sebagai berikut.
1. Membantu perbaikan dan peningkatan secara terus-menerus dan ber-kesinambungan melalui praktik yang terbaik dan mau mengadakan inovasi.
2. Memudahkan mendapatkan bantuan, baik pinjaman uang atau fasilitas atau bantuan lain dari lembaga yang kuat clan dapat dipercaya.
3. Menyediakan informasi pada masyarakat sesuai sasaran dan waktu secara konsisten, dan bila mungkin, membandingkan standar yang telah dicapai dengan standar pesaing.
4. Menjamin tidak akan adanya hal-hal yang tidak dikehendaki.
Selain itu, tujuan dari diadakannya penjaminan mutu (quality assurance) ini adalah agar dapat memuaskan berbagai pihak yang terkait di dalamnya, sehingga dapat berhasil mencapai sasaran masing-masing. Penjaminan mutu merupakan bagian yang menyatu dalam membentuk mutu produk dan jasa suatu organisasi atau perusahaan. Mekanisme penjaminan mutu yang digunakan juga harus dapat menghentikan perubahan bila dinilai perubahan tersebut menuju ke arah penurunan atau kemunduran.
Berkaitan dengan penjaminan mutu, Stebbing dalam Dorothea E. Wahyuni (2003) menguraikan mengenai kegiatan penjaminan mutu sebagai berikut :
• Penjaminan mutu bukan pengendalian mutu atau inspeksi. Meskipun program penjaminan mutu (quality assurance) mencakup pengendalian mutu dan inspeksi, namun kedua kegiatan tersebut hanya merupakan bagian dari komitmen terhadap mutu secara menyeluruh.
• Penjaminan mutu bukan kegiatan pengecekan yang luar biasa. Dengan kata lain, departemen pengendali mutu tidak harus bertanggung jawab dalam pengecekan segala sesuatu yang dikerjakan oleh orang lain.
• Penjaminan mutu bukan menjadi tanggung jawab bagian perancangan. Dengan kata lain, departemen penjaminan mutu bukan murupakan keputusan bidang perancangan atau teknik, tetapi membutuhkan orang yang dapat bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan dalam bidang-bidang yang dibutuhkan dalam perancangan.
• Penjaminan mutu bukan bidang yang membutuhkan biaya vang sangat besar. Pendokumentasian dan sertifikasi yang berkaitan dengan penjaminan mutu bukan pernborosan.
• Kegiatan penjaminan mutu merupakan kegiatm pengendalian melalui prosedur secara benar, selungga dapat mencapai perbaikan dalam efisiensi, produktivitns, dan profitabilitas.
• Penjaminan mutu bukan merupakan obat yang mujarab untuk menyem-buhkan berbagai penyakit. Dengan penjaminan mutu, justru akan dapat mengerjakan segala sesuatu dengan baik sejak awal dan setiap waktu (do it right the first time and every time).
• Penjaminan mutu merupakan kegiatan untuk mencapai biaya yang efektif, membantu meningkatkan produktivitas.


Penjaminan Mutu Pendidikan di Indonesia
Pengalaman penjaminan mutu dinegara-negara maju, seperti di negara-negara di Eropa pada umumnya, perlu dikaji ulang untuk dapat disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. Banyak praktik yang dilihat di negara maju nampaknya sesuai dan dapat diterapkan pada sistem pendidikan di Indonesia, namun ternyata belum bisa langsung diimplementasikan pada sistem pendidikan di Indonesia.
Hal ini tidak terlepas dari sistem pendidikan yang berlaku di Indonesia dan kebijakan yang telah dilaksanakan. Kita ambil contoh negara Inggris misalnya, tidak semua konsep penjaminan mutu di Inggris dapat diterapkan di Indonesia secara utuh.
Ofted, salah satu sistem penjaminan mutu di Inggris yang dilakukan dengan cara melakukan inspeksi tanpa diikuti dengan pembinaan, sedangkan LPMP masih melakukan pembinaan sesuai dengan kondisi satuan pendidikan yang ada. Oleh karena itu perlu dicarikan upaya pemikiran tentang konsep penjaminan mutu di Indonesia yang sesuai dengan perundang-undangan, peraturan dan budaya Indonesia.
Penjaminan mutu pendidikan di Indoensia mengacu pada kepada standar mutu pendidikan yang terdiri dari:
1. Standar isi,
2. Standar Proses,
3. Standar Kompetensi Lulusan,
4. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan,
5. Standar Sarana dan Prasarana.
6. Standar Pengelolaan,
7. Standar Pembiayaan dan
8. Standar Penilaian Pendidikan.
Standar adalah ketentuan minimal yang harus dipenuhi. Ini berarti setiap satuan pendidikan atau sekolah harus dapat mencapai kualitas minimal sama dengan standar tersebut atau lebih tinggi dari standar tersebut. Untuk memenuhi tujuan tersebut perlu ada penjamin mutu yang berkelanjutan, yakni upaya-upaya yang memastikan atau meyakinkan bahwa proses pendidikan akan menghasilkan output dan outcome yang bermutu (sesuai dengan standar).
Penjaminan mutu pendidikan di Indonesia harus dilakukan dengan cara yang sistematis, integral, menyeluruh dan berkelanjutan. Sistematis artinya bahwa satu kegiatan menjadi dasar dari kegiatan berikutnya. Integral artinya satu kegiatan terkait atau menjadi bagian dari kegiatan yang lain. Menyeluruh artinya penjaminan mutu tidak bisa dilakukan secara sepihak dan parsial. Berkelanjutan artinya penjaminan mutu harus dilakukan secara berulang-ulang. Semua lembaga pendidikan sebaiknya melakukan penjamina mutu pendidikan sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Seperti: Sekolah, Komite Sekolah, Dinas Pendidikan, LPMP dan Lembaga Pendidikan Non Formal dan juga lembaga Perguruan Tinggi.
Penerapan Prinsip Mutu Dalam Pendidikan
Penerapan prinsip-prinsip mutu dalam pendidikan sudah tidak dapat dielakkan dan ditawar-tawar lagi oleh penyelenggara atau pengelola lembaga pendidikan, baik sekolah maupun madrasah. Sebab penyelenggaraan pendidikan yang bermutu di lembaga pendidikan sudah menjadi tuntutan mutlak dari seluruh lapisan masyarakat, baik siswa, orang rua, masyarakat, pendidikan lanjut, pemerintah dan dunia usaha.
Prinsip utama manajemen mutu terpadu dalam pendidikan yang diadaptasi dari Hensler dan Brunell yang dikutip oleh Scheuing dan Christopher adalah kepuasan pelanggan, respek terhadap setiap orang, manajemen berdasarkan fakta dan perbaikan berkesinambungan. sebagai berikut :
Kepuasan pelanggan
Dalam dunia usaha, apapun usahanya termasuk usaha dalam jasa pendidikan yaitu sekolah, agar sukses dalam usahanya maka harus memberikan kepuasan kepada pelanggannya, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal. Pada saat ini masyarakat luas mencemooh atau mencibirkan kinerja sekolah/lembaga pendidikan. Mereka yang putra atau putrinya lulus SD/MI dan tidak dapat diterima di SMP/MTs yang favorit sesuai keinginannya, kemudian mengecap bahwa sekolah asal anak mereka mutunya jelek. Demikian pula para orang tua yang putra/putrinya lulus SMP/MTs, kemudian mereka tidak dapat diterima pada SMA/MA yang favorit sesuai keinginan mereka memberikan label sekolah asal anaknya buruk mutunya dan orang tua yang anak mereka lulus SMA atau Madrasah Aliyah kemuadian melanjutkan ke perguruan tinggi dan jika tidak berhasil masuk perguruan tinggi/universitas sesuai keinginannya, mereka mencela bahwa SMA atau MA asal sekolah anak adalah jelek.
Untuk memperbaiki citra atau image sekolah yang buruk di kalangan masyarakat, maka mau atau tidak mau, pihak sekolah harus terus meningkatkan pengelolaan atau penyelenggaraan pendidikan di sekolah agar dapat terus berusaha memenuhi/melebihi keinginan/harapan/kebutuhan pelanggan atau stakeholder sekolah atau lembaga pendidikan yang dikelolanya. Dengan proses pelayanan atau penyelenggaraan pendidikan yang baik sesuai keinginan pelanggannya dan lulusannya dapat diterima di lembaga pendidikan yang diinginkan dan atau segera dapat diterima di dunia usaha atau dapat menciptakan lapangan pekerjaan sendiri dengan penghasilan yang memadai, maka masyarakat atau stakeholder akan merasa puas. Inilah harapan masyarakat stakeholder pendidikan terhadap sekolah/lembaga pendidikan kita semua.
Respek terhadap setiap orang
Setiap orang di manapun berada, termasuk di sekolah perlu perhatian (care), saling menghormati, saling memaafkan dan saling menghargai, baik kepala sekolah terhadap guru dan karyawan dan sebaliknya, antara sesama guru dengan karyawan dan sebaliknya, antara kepala sekolah, para guru dan karyawan dengan peserta didik serta warga sekolah dengan seluruh stakeholder serta setiap orang yang hadir membutuhkan layanan pendidikan di sekolah tersebut.
Di sekolah harus diciptakan iklim atau budaya organisasi saling respek terhadap semua orang, saling menghargai antara tugas dan fungsi orang lain, saling menghormati pekerjaan ataupun jabatan orang lain, saling memaafkan jika terjadi kesalahan, saling menyayangi atau mencintai. Suasana yang demikian, akan sangat mendukung lancarnya proses pembelajaran sebagai kegiatan utama sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan.

Manajemen berdasarkan fakta
Penyelenggaraan sekolah dengan manajemen mutu terpadu, mulai dari perencanaan mutu pendidikan dan pengambilan keputusan, pengorganisasian sekolah, penempatan personil sekolah, proses kepemimpinan sekolah, yaitu leading, directing, commanding, coordinating, commnucating, pemberian imbalan (compensating) dan pengawasan (controlling) terhadap kegiatan pendidikan di sekolah harus berdasarkan fakta, data dan informasi yang benar dan akurat.
Dengan data yang akurat dan informasi yang benar semua hal yang berkaitan dengan peningkatan mutu sekolah, mulai dari peningkatan mutu kurikulum dan pembelajaran, administrasi dan manajemen, organisasi dan kelembagaan, ketenagaan, peserta didik, pembiayaan, sarana dan prasarana, peranserta masyarakat dan peningkatan mutu budaya atau iklim sekolah, maka akan memudahkan bagi pimpinan sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan di sekolah tersebut, mulai dari perencanaan mutu pendidikan, pengorganisasian peningkatan mutu pendidikan sampai dengan pengawasan kegiatan peningkatan mutu pendidikan di sekolah itu.
Perbaikan berkesinambungan
Prinsip perbaikan mutu berkesinambungan dalam manajemen mutu terpadu sangat tepat diterapkan di dalam peningkatan mutu pendidikan. Tuntutan peningkatan mutu pendidikan terus mengalir dan terus mengalami peningkatan, baik dari siswa, orang tua, masyarakat, pemerintah maupun dunia usaha. Oleh karena itu, peningkatan mutu pendidikan tidak dapat hanya dilakukan pada saat-saat tertentu saja kemudian berhenti tidak berkesinambungan atau berkelanjutan.
Banyak sekolah yang telah pernah berprestasi dan dianggap baik atau bermutu pada suatu weaktu, namun sekolah tersebut tidak melakukan perbaikan berkesinambungan sesuai tuntutan masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di sisi lain banyak bermunculan sekolah baru yang tampaknya lebih mampu memenuhi harapan masyarakat, baik dari mutu kurikulum dan pembelajaran, administrasi dan manajemen, organisasi dan kelembagaan, ketenagaan, peserta didik, pembiayaan, sarana dan prasarana, peranserta masyarakat dan mutu budaya atau iklim sekolah.
Kondisi tersebut, membuat sekolah yang tidak mau dan tidak mampu memperbaiki dan meningkatkan mutunya, baik mutu masukannya, mutu manajemen layanannnya, mutu proses pembelajarannya sampai pada mutu lulusannya, maka lembaga pendidikan tersebut tidak akan mendapatkan tempat di hati masyarakat, tidak ada orang tua yang memasukkan putra/putrinya kesekolah tersebut. Akhiurnya, sekolah tersebut hidup susah matipun tak mau. Oleh karena itu, prinsip perbaikan mutu berkesinambungan pada setiap lembaga pendidikan/sekolah mutlak untuk diterapkan, sehingga sekolah tersebut mampu memenunhi/melebihi harapan dan kebutuhan masyarakat.
Siklus Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah
Siklus peningkatan mutu pendidikan yang dibahas di bawah ini merupakan proses yang dirancang untuk membantu mengimplementasikan mutu di sekolah. Dengan mengikuti langkah-langkah yang merupakan siklus sebagai upaya perbaikan mutu pendidikan di sekolah, maka diharapkan lembaga pendidikan tersebut dapat mewujudkan pendidikan yang bermutu sesuai kebutuhan dan harapan para stakeholder atau pelanggannya. Berikut ini dijelaskan siklus atau langkah-langkah peningkatan mutu pendidikan di sekolah :
1. Penyusunan Rencana Strategis Peningkatan Mutu
Penyusunan rencana strategis peningkatan mutu pendidikan di sekolah dimulai dengan mengidentifikasi pelanggan, mengidentifikasi kebutuhan pelanggan, mengidentifikasi kebutuhan proses, menentukan kriteria sukses, menentukan tujuan dan sasaran peningkatan mutu pendidikan.
2. Mengomunikasi Rencana Strategis Peningkatan Mutu
Setelah rencana strategis peningkatan mutu pendidikan di sekolah tersebut disusun, kemudian dikomunikasikan atau disosialisasikan kepada semua semua pihak yang terlibat. Mengomunikasikan rencana strategis tersebut diawali dengan menyampaikan tujuan dan sasaran, cakupan informasi, menghimpun berbagai gagasan untuk merealisasikan rencana strategis, menyampaikan rencarna strategis tersebut melalui berbagai media, konferensi, seminar, rapat dan berbagai publikasi lainnya.
3. Pengukuran Program Yang Telah Dilaksanakan
Pengukuran program yang telah dilaksanakan sangat penting sebagai landasan untuk pembuatan program ke depan. Kegiatan ini dimulai dengan mengukur proses , program sosial, program kegiatan pembelajaran, program manajemen sekolah dan program pelatihan yang ada.
4. Mengelola Konflik
Konflik yang terlalu besar akan membahayakan organisasi dan organisasi tanpa konflik akan terjadi stagnan. Oleh karena itu, agar organisasi sekolah dapat menyelenggarakan pendidikan dengan baik konflik perlu distimulir dan dikelola dengan baik, sehingga terjadi persaingan yang positif dalam peningkatan mutu pendidikan di sekolah tersebut. Namun jika konflik itu semakin basar dan tidak dapat dikendalilan, akan mengancam stabilitas sekolah. Dengan demikian pimpinan sekolah harus mampu mengelola dan memlihara konflik agar tetap moderat, mewujudkan persaingan positif dan akhirnya proses peningkatan mutu sekolah dapat berhasil dengan baik.
Untuk mengelola konflik yang konstruktif, kepuasan lebih besar lebih besar lewat kekuasaan non-koersif, pengakuan adanya masalah dan pemahaman atas penyebabnya dan pemecahan masalah secara kolaboratif.
5. Seleksi Program
Program peningkatan mutu di sekolah harus diseleksi dan dibedakan antara keinginan dan kebutuhan. Seleksi progam sangat penting untuk melihat mana kegiatan yang merupakan kebutuhan mendesak dan harus segera dilaksanakan dalam kaitannya dengan peningkatan mutu pendidikan. Seleksi program dan penentukan kegiatan peningkatan mutu pendidikan dilakukan dengan memperhatikan kemampuan dukungan berbagai sumber daya yang dimiliki sekolah yang bersangkutan, sehingga program tersebut dapat terlaksana dan berhasil dengan baik.
Dalam menyeleksi dan menentukan fokus program peningkatan mutu pendidikan dilakukan oleh tim terpilih yang memahami betul tentang peningkatan mutu pendidikan, mengembangkan proses pengukuran, sehingga program tersebut terukur dengan tepat dan mengembangkan umpan balik untuk proses perbaikan program.
6. Implementasi Program
Bagus atau tidaknya suatu program termasuk program peningkatan mutu pendidikan akan diuji lewat implementasi. Oleh karena itu, implementasinya harus tepat dan mantap dengan melibatkan partisipasi tim dan semua kelompok, melalui proses pelatihan dan arahan, memilih dan menggunakan jalur program yang tepat, memilih resolusi masalah yang tepat dan melakukan komunikasi yang efektif dan persuasif.
7. Penilaian Pencapaian Program
Pelaksanaan program peningkatan mutu pendidikan di sekolah harus dinilai. Penilaian ini dilakukan untuk mengukur hasil dan mutu program yang telah dicapai, untuk memodifikasi program, unuk mendapatkan dokumen proses dan standar, untuk melihat pola dan proses komunikasi di sekolah tersebut dan menganalisis biaya dibandingkan mafaat yang diperoleh atau analisis efektivitas, efesiensi dan produktivitas program yang telah dilaksanakan.
8. Standarisasi Peningkatan Mutu Pendidikan
Berdasarkan hasil penilaian program peningakatan mutu pendidikan di sekolah, maka dapat ditetapkan bahwa peningkatan mutu pendidikan di sekolah itu dikatakan berhasil jika :
a. Kepercayaan masyarakat terhadap proses dan hasil pendidikan di sekolah tersebut meningkat;
b. Keterbukaan informasi tentang sekolah tersebut dalam proses peningkatan mutu pendidikan meningkat;

Perbaikan Mutu Pendidikan
Dr. W. Edward Demings meletakkan kerangka pemikiran dalam perbaikan mutu pendidikan secara berkelanjutan yang terdiri dari hal-hal berikut:
1. Reaksi berantai untuk perbaikan mutu
2. Transformasi Organisasi
3. Peran Esensial Pimpinan
4. Hindari praktik-orakti Manajemen yang Merugikan
5. Penerapan System of profound knowledge
Reaksi Berantai untuk Perbaikan Mutu
Reaksi berantai tersebut menyatakan bahwa perbaikan mutu akan meningkatkan kepuasan pelanggan dalam hal produk dan jasa yang sekaligus akan mengurangi biaya produksi sehingga meningkatkan produktivitas organisasi.
Transformasi Organisasi
Di sini kemampuan untuk mencapai perbaikan yang penting dan berkelanjutan menuntut perubahan dalam nilai-nilai yang dianut, Selain itu, proses kerj dan struktur kewenangan dalam organisasi perlu dibenahi.
Peran Esensial Pemimpin
Kepemimpinan mempunyai peran strategis dalam upaya perbaikan mutu. Setiap anggota organisasi harus memberikan konstribusi penting dalam upaya tersebut. Namun, setiap upaya perbaikan yang tidak didukung secara aktif oleh pimpinan, komitment, kreatifitas, maka lama-kelamaan akan hilang.
Hindari Praktik-Praktik Manajemen yan Merugikan
Setiap keputusan yang didasarkan pada pandangan jangka pendek, sempit dan terkotak-kotak, akhirnya akan merugikan organisasi. Beberapa contoh pandangan tersebut adalah:
a. tidak terdapat tujuan yang tetap (constancy of purpose) yaitu tujuan menuju perbaikan mutu demi kelangsungan hidup dan perkembangan organisasi.
b. Hanya memikirkan keuntungan jangka pendek, dan
c. Sering berganti-ganti kegiatan.
Penerapan System of profound Knowledge
Penerapan system tersebut meliputi empat disiplin berikut:
a. Orientasi pada System ( System Oriented)
Pada setiap upaya menuju perbaikan mutu itu, hendaknya kita mengembangkan kecakapan untuk mengindra dan mengelola interaksi antara berbagai komponen organisasi. Orientasi ini meliputi focus pada kinerja (performance) total organisasi. Bukan hanya memusatkan perhatian pada usaha memaksimalkan hasil komponen organisasi tertentu secara parsial, akan tetapi harus keseluruhan organisasi.
b. Teori Variasi
Perlu dikembangkan kecakapan untuk menggunakan data dalam proses pengambilan keputusan. Pengertian atas variasi data akan dapat membantu pengambil keputusan untuk mengetahui kapan harus melakukan perubahan-perubahan dalam suatu system guna memperbaiki kinerja, dan mengetahui kapan perubahan-perubahan yang dibuat dapat memperburuk kinerja.
c. Teori Pengetahuan
Penguasaan teori pengetahuan akan membantu kita untuk mengembangkan dan menguji hipotesis (praduga) guna memperbaiki kinerja organisasi. Jadi, teori pengetahuan akan membantu kita untuk mengetahui:
1) Apa yang dikehendaki oleh pelanggan (customer),
2) Seberapa jauh oerganissasi dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan,
3) Faktor-faktor penting apa yang mempengaruhi mutu.
4) Apa yang perlu dilakukan untuk memperbaiki mutu,
5) Apakah pelanggan mengetahui perubahan yang terjadi mengenai kinerja organisasi dan
6) Apa kebutuhan dan harapan baru bagi pelanggan.
d. Psikologi
Perlu dikembangkan kecakapan untuk mengerti dan menerapkan konsep-konsep yang berkaitan dengan perbedaan individu dalam organisasi, dinamika kelompok, proses belajar dan proses perubahan guna mencapai perbaikan mutu.





2. IDENTIFIKASI MUTU
A. Menurut Penyedia Jasa (Service Provider)
1. Pemerintah Pusat (Depdiknas)
Indikator mutu pendidikan di Indoensia mengacu pada kepada standar mutu pendidikan( PP No.19 tahun 2005 ) yang terdiri dari:
1. Standar isi,
2. Standar Proses,
3. Standar Kompetensi Lulusan,
4. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan,
5. Standar Sarana dan Prasarana.
6. Standar Pengelolaan,
7. Standar Pembiayaan dan
8. Standar Penilaian Pendidikan.
2. Guru
Indikator mutu untuk guru seperti terdapat pada lampiran Permendiknas No. 16 Tahun 2007 Tanggal 4 Mei 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Standar Kompetensi Guru.
3. Kepala Sekolah
Indikator mutu untuk kepala sekolah seperti terdapat pada lampiran Permendiknas No. 13 Tahun 2007 Tanggal 17 April 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah yang teridir dari Standar Kualifikasi Akademik dan Standar Kompetensi Sekolah/Madrasah.
B. Menurut Pengguna Jasa/Customer
Para pelanggan layanan pendidikan terdiri dari berbagai unsur paling tidak empat kelompok (Sallis, 1993). Mereka itu adalah pertama yang belajar, bisa merupakan (primary external customers). Mereka inilah yang langsung menerima manfaat layanan pendidikan dari lembaga tersebut. Kedua, para klien terkait dengan orang yang mengirimnya ke lembaga pendidikan, yaitu orang tua atau lembaga tempat klien tersebut bekerja, dan mereka ini kita sebut sebagai pelanggan sekunder (secondary external customers). Pelanggan lainnya yang ketiga bersifat tersier adalah lapangan kerja bisa pemerintah maupun masyarakat pengguna output pendidikan (tertiary external customers).Selain itu, yang keempat, dalam hubungan kelembagaan masih terdapat pelanggan lainnya yaitu yang berasal dari intern lembaga; mereka itu adalah para guru/dosen/tutor dan tenaga administrasi lembaga pendidikan, serta pimpinan lembaga pendidikan (internal customers).Walaupun para guru/dosen/tutor dan tenaga administrasi, serta pimpinan lembaga pendidikan tersebut terlibat dalam proses pelayanan jasa, tetapi mereka termasuk juga pelanggan jika dilihat dari hubungan manajemen. Mereka berkepentingan dengan lembaga tersebut untuk maju, karena semakin maju dan berkualitas dari suatu lembaga pendidikan mereka akan diuntungkan, baik kebanggaan maupun finansial. Seperti disebut diatas bahwa program peningkatan mutu harus berorientasi kepada kebutuhan/harapan pelanggan, maka layanan pendidikan suatu lembaga haruslah memperhatikan masing-masing pelanggan diatas. Kepuasan dan kebanggaan dari mereka sebagai penerima manfaat layanan pendidikan harus menjadi acuan bagi program peningkatan mutu layanan pendidikan.

1. Indikator mutu menurut siswa
• Proses pembelajaran diselenggarakan sedemikian rupa sehingga terasa hidup, memotivasi, interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang dan memberikan ruang yg cukup untuk berprakarsa, kreativitas, dan kemandirian peserta didik sesuai dgn bakat, minat dan perkembangan fisik peserta didik. (PP No: 19 Tahun 2005)

2. Indikator mutu menurut masyarakat/orang tua
• Sekolah yang mampu memberikan layanan optimal kepada seluruh anak dgn berbagai perbedaan bakat, minat kebutuhan belajar
• Sekolah mampu meningkatkan secara signifikan kapabilitas yang dimiliki anak didik menjadi aktualisasi diri yang memberikan kebanggaan
• Sekolah yang mampu membangun karakter kepribadian yang kuat, kokoh dan mantap dalam diri siswa
• Sekolah yang mampu memberdayakan sumber daya yang ada secara optimal dan efektif
• Sekolah yang mampu mengembangkan networking yang luas kepada stakeholder
• Sekolah yang mampu mewujudkan sekolah sebagai organisasi pembelajar
• Sekolah yang responsif terhadap perubahan
3. Indikator mutu menurut dunia usaha
• Menghasilkan karya kreatif, baik individual maupun kelompok
• Siap mengaplikasikan ilmu yang didapat di lembaga pendidikan di dunia kerja